Sejak tahun 1995, kondisi kesehatan ibu Sriartini tidak stabil. Pada suatu hari, saat ia sedang mengiris sayur di dapur, tibat-tiba dia merasakan sakit pada pinggangnya sehingga harus ditolong anaknya. Tidur di kasur yang empuk membuatnya susah bergerak. Posisi tidur paling nyaman baginya adalah jika tidur miring ke kiri. Dan tempat yang paling cocok adalah tempat tidur dari papan atau bambu yang dialasi tikar atau kain. Dalam keadaan lemas, jika berdiri maka urat-uratnya terasa kencang. Dan jika melangkah, kakinya terasa berat.
Ibu Sriartini tidak bisa duduk seperti orang normal. Ia tidak bisa duduk di kursi yang empuk tetapi harus di atas kursi papan yang keras, bahkan dengan wajah meringis menahan sakit. Untuk makanpun harus dilakukan di tempat tidur.
Pada tahun 2001 ia dibawa ke rumah sakit. Dia berjalan sambil menangis kesakitan. Hasil pemeriksaan menyatakan bahwa ia menderita sakit osteoporosis akut. Dokter menyarankan agar dioperasi. Dia diberi 9 macam obat yang harus diminum 3 kali sehari. Kegunaan obat tersebut adalah untuk mengurangi rasa sakit di urat-urat dan melancarkan peredaran darah.
Ia begitu menderita. Jika hendak ke kamar mandi untuk buang air kecil, dia harus merangkak sambil menangis memegangi tongkat. Karena jika memaksakan diri berdiri ia kuatir akan jatuh dan terbentur. Bila tidak kuat merangkak karena tulang sudah mulai terasa sakit, maka ia akan tidur terlentang terlebih dahulu di lantai dengan keadaan kepala terasa panas dan harus mengipas-ngipasnya terlebih dahulu. Setelah terasa dingin maka barulah ia akan kembali untuk merangkak. Sungguh suatu penderitaan yang tak tertahankan.
Karena sakit yang tidak kunjung sembuh, ia mengundang teman-teman anaknya agar mau mendoakannya. Dan dia bertanya apakah ada yang mengetahui cara mengobati sakit yang dialaminya. Seorang anak di persekutuan doa sekolah mengetahui akan KPPI dan menyarankan agar ibu Sriartini datang ke KPPI.
Pada tahun 2004 ibu Sriartini datang ke KPPI. Pada saat puji-pujian, seketika itu juga dia merasakan darahnya mengalir pada urat-urat di bagian belakang dan badannya menjadi hangat dan segar. Kemudian dia mencoba berdiri. Puji Tuhan. Dia bisa melakukannya.
Ketika hamba Tuhan bertanya siapa yang sudah dijamah Tuhan dan diminta mengangkat tangannya, maka iapun berusaha mengangkat tangannya, walau pertama-tama tangannya terasa kaku. Tapi ketika dia mencoba mengangkat tangannya, tiba-tiba tangannya bisa diangkat. Saat datang dia harus dituntun karena sulit berjalan. Namun setelah didoakan ia dapat berjalan dengan normal. Puji Tuhan
Gembala gereja dan para tetangganya sangat takjub menyaksikan kesembuhan yang dialami ibu Sriartini. Ia kini dapat berjalan jauh dan lancar.