Pada tahun 2003, Petrus lahir dalam kondisi sehat dan normal dengan berat badan 3,9 kg. Dia merupakan anak lelaki satu-satunya dalam keluarganya.
Pada 17 Juli 2003, ketika sedang minum susu di botol, tiba-tiba dia pingsan tanpa ada gejala-gejala yang menunjukkan bahwa dia sedang sakit. Saat itu, dia baru berumur 1 1/2 bulan. Ibunya sangat panik dan langsung membawanya ke rumah sakit terdekat di Bandung.
Dia disuntik dan diinfus, tetapi tidak ada perubahan apa – apa. Walaupun jantungnya sudah dipompa untuk membuatnya sadar dari pingsannya, tetapi jantungnya tetap tidak dapat berdetak dengan normal. Untuk pertama kalinya, dia dirawat di rumah sakit dalam keadaan koma. Setelah 1 bulan lamanya di Rumah Sakit tanpa mengalami perubahan apapun, dengan rasa putus asa ibunya memutuskan untuk membawanya pulang ke rumah. Dokter tidak dapat berbuat apa-apa dan mengijinkan ibunya membawa Petrus pulang ke rumah.
Pada 17 Agustus 2003, jam 02.00 WIB, tiba-tiba napas Petrus berhenti dan jantungnya tidak berdetak. Ibunya sangat terkejut, karena dia tidak siap menghadapi kenyataan bahwa anaknya akan meninggalkannya untuk selama-lamanya. Ibunya segera berdoa dan berseru kepada Tuhan Yesus untuk memohon pertolonganNya. Namun tidak terjadi perubahan apa-apa. Tubuh Petrus terbujur kaku dalam pelukan ibunya yang hanya bisa menangis dan menangis semalam-malaman.
Ketika persiapan penguburan sedang dilakukan, ibunya mendekati, mengambil dan mendekap Petrus. Tiba-tiba, ibunya merasakan anaknya bisa bernapas kembali. Tetapi, karena tubuh Petrus tetap kaku dan tidak bergerak sama sekali, maka ibunya membawa Petrus ke rumah sakit.
Dokter masih belum dapat menemukan apa penyakit yang dialami Petrus. Selama 3 minggu dirawat di rumah sakit, tidak ada perubahan apapun yang terjadi. Tubuhnya tetap kaku dan tidak dapat bergerak dengan leluasa.
Pada bulan Oktober 2003, Petrus menjalani CT Scan. Hasil CT Scan menunjukkan bahwa ada virus yang menyerang susunan syaraf pada otak Petrus yang membuat tubuhnya menjadi kaku, tidak bisa bergerak, tidak dapat merespon apapun dan beberapa fungsi tubuh menjadi lemah. Misalnya : dia selalu memuntahkan setiap makanan dan minuman yang masuk dan dia bisa ngompol sampai 15 kali dalam sehari. Pada saat itu, dokter memperkirakan umur Petrus tinggal 1 minggu lagi.
Ibunya berharap penuh kepada Tuhan, karena dia teringat bahwa Tuhan telah menghidupkan Petrus ketika anaknya itu sempat meninggal. Jadi, ibunya percaya bahwa Tuhan Yesus sanggup menyembuhkan anaknya.
Pada 7 April 2004, seorang pemuda melemparkan beberapa undangan KPPI kedalam angkot yang dinaiki ibunya. Selebaran itu jatuh tepat didepan ibunya yang segera mengambilnya dan membacanya. Ibunya memutuskan untuk datang ke KPPI yang diadakan di Gereja Bethany Indonesia – BTC (Bandung Trade Centre) di Bandung pada tanggal 9 April 2004.
Pada 9 April 2004, Petrus dan ibunya datang ke KPPI.
Pada saat puji-pujian, ibunya benar-benar mengarahkan hati dan pikirannya kepada Tuhan serta memohon supaya anaknya disembuhkan. Tiba – tiba, Petrus menangis sekencang-kencangnya. Ibunya tidak menyadari hal ini sampai orang-orang yang ada disekitar mereka berkata kepada ibunya agar dia memberi minum kepada Petrus supaya anak itu tidak menangis. Saat itulah. ibunya baru menyadari dan sangat terkejut bahwa Petrus telah dapat menangis dan menggerakkan tangannya berulang kali yang selama 7 bulan ini kaku dan tidak bisa bergerak sama sekali. Perubahan yang begitu nyata. Puji Tuhan !
Ibunya sangat terharu dan bersyukur kepada Tuhan yang telah menyembuhkan Petrus. Berulang kali ibunya mencium Petrus.
Sesudah KPPI selesai, seorang dokter memeriksa Petrus. Hasilnya : Otaknya sudah bekerja dengan normal, paru-parunya sudah membaik, jantungnya berdetak dengan baik dan matanya dapat merespon cahaya dengan baik. Puji Tuhan !
Sampai dengan tanggal 21 Mei 2004, Petrus tetap sembuh. Dia dapat makan semua makanan yang diberikan dan menghabiskan 3 botol susu, sementara dulu dia hanya dapat minum ½ botol susu dan itupun akan dimuntahkannya. Berat badannya bertambah dari 6 kg menjadi 10 kg.
Tuhan sangat baik !